Sungai dan Jembatan Kali Kodil

Dusun Bendosari dipisahkan oleh sebuah sungai besar yang mengalir di tengah wilayah tersebut. Sungai itu bernama sungai Kodil. Lebar sungai kodil mencapai 50 meter. Orang-orang menyebut wilayah yang terpisah itu dengan sebutan kulon kali (karena terletak di barat sungai) dan wetan kali (karena terletak di timur sungai). Untuk menghubungkan kedua wilayah tersebut, pemerintah membangun sebuah jembatan yang panjangnya sekitar 75 meter, sedikit lebih panjang daripada lebar sungainya.  Jembatan tersebut diberi nama jembatan Kali Kodil.
Jembatan dan sungai Kodil terletak di dusun Bendosari, rt 01, rw 06, desa Mudalrejo, kecamatan Loano, kabupaten Purworejo. Jembatan Kali Kodil menjadi salah satu ikon dusun Bendosari selain industri rumahan berupa pembuatan bulu mata dan anyaman besek. Jembatan tersebut juga sering dijadikan penanda oleh para pendatang yang hendak pergi ke Banyuasin, Samigaluh, atau Kulonprogo sekedar untuk menikmati keindahan alamnya yang masih asri.
Awalnya, jembatan Kali Kodil tidak terletak di dusun Bendosari, melainkan di dusun Pacalan. Dusun Pacalan masih masuk dalam wilayah desa Mudalrejo, terletak bersebelahan dengan dusun Bendosari. Jembatan Kali Kodil pada masa itu terletak di atas pertemuan aliran sungai Kodil dengan sungai Jebol Namun, menurut cerita orang zaman dulu, para penunggu pertemuan sungai tersebut tidak suka jika ada jembatan melewati daerah itu, karena daerah tersebut pasti akan menjadi ramai dan ketentraman penunggu sungai akan tergangnggu. Karena merasa terganggu dengan keramaian lalu lintas jembatan, para penunggu pertemuan sungai tersebut akhirnya mengamuk sehingga mendatangkan banjir yang sangat besar hingga mampu merobohkan jembatan Kali Kodil yang baru saja selesai dibangun.        
Para tetua kampung segera mengerti maksud dari kejadian itu, akhirnya ketika jembatan tersebut akan dibangun kembali oleh pemerintah Hindia-Belanda, para tetua kampung meminta kalau bisa jembatannya jangan dibangun di daerah tersebut. Para pekerja dan mandor pemborong jembatan awalnya enggan untuk berpindah tempat karena jika harus pindah tempat maka pembangunan jembatan harus dimulai dari awal dan hal itu akan memakan waktu dan biaya yang sangat besar mengingat bahan-bahan yang digunakan adalah batu beton asli. Para tetua kampung tidak pernah menyerah meyakinkan para pekerja untuk tidak membangun kembali jembatan itu. Akhirnya, para tetua menggunakan alasan bahwa di dekat jembatan itu, berdiri sebuah pondok. Jika jembatan itu tetap dibangun kembali, maka akan berpengaruh pada kehidupan pondok. Kyai yang memiliki pondok tersebut juga meyakinkan pemborong jembatan trsebut.
Dengan proses negosiasi yang panjang, akhirnya pemborong dari Belanda tersebut bersedia membangun jembatan Kali Kodil di tempat lain. Para tetua menyarankan jembatan didirikan di dusun Bendosari dan pemborong pun setuju karena jika dilihat kontur tanahnya tidak perlu membutuhkan banyak perbaikan.
Sebelum proses pembangunan jembatan dimulai, banyak sekali ritual yang harus dilakukan demi keselamatan pekerja dan keselamatan warga sekitar, seperti pemberian sesaji dan lain-lain. Butuh waktu bertahun-tahun hingga jembatan itu berdiri kokoh dan dapat dilewati kendaraan.
Seperti kebanyakan jembatan, jembatan Kali Kodil pun memiliki cerita mistis yang dipercaya masyarakat dan selalu diceritakan dari generasi ke generasi selanjutnya. Di ujung barat dan timur jembatan Kali kodil yang baru itu terdapat pohon bambu. Orang-orang sekitar percaya bahwa pohon bambu itu tidak boleh ditebang karena pohon bambu tersebut ada penunggunya. Setiap ada orang yang mengadakan hajatan, orang tersebut harus meletakkan sesaji lengkap di kedua pohon bambu tersebut dan di tengah kaki jembatan Kali Kodil serta melarungkan sesaji tersebut di sungai yang mengalir di bawahnya. Masyarakat percaya bahwa ketika sudah memberikan sesaji di tempat tersebut, maka hajatannya akan dimudahkan dan tidak ada kendala yang akan menyebabkan hajatannya tidak berjalan sesuai yang diinginkan.
Cerita lain terkait pohon bambu tersebut adalah ketika kita mencium bau seperti singkong yang dibakar, masyarakat percaya bahwa para penunggu jembatan sedang berkumpul membuat makanan untuk anak-anaknya di sekitar pohon bambu, sedangkan anaknya bermain di jembatan. Jadi, para orang tua selalu berpesan kepada anak cucunya ketika kita hendak melewati jembatan Kali Kodil, kita harus selalu mengucapkan salam atau permisi agar mereka tidak merasa terganggu dengan kehadiran kita.
Masyarakat sekitar juga percaya bahwa kita dilarang membuang sampah sembarangan di sekitar jembatan Kali Kodil. Karena pernah ada kejadian dimana seseorang membuang sampah sembarangan dari atas jembatan ke sungai yang mengalir di bawahnya, alhasil orang tersebut kakinya menjadi sakit seperti terserang reumatik padahal orang tersebut tidak memiliki sejarah penyakit reumatik.
Di balik cerita mistisnya itu, jembatan Kali Kodil juga memiliki cerita yang menarik. Dari atas jembatan kita dapat melihat pemandangan yang indah di setiap pagi dan sore hari. Pada pagi hari, ketika kita berdiri di tengah jembatan lalu menghadap ke arah timur, maka kita akan melihat siluet-siluet sang mentari yang akan bersiap untuk menyinari bumi. Hal tersebut menjadi pemandangan yang sangat menarik apalagi kita menyaksikannya sejak subuh. Ketika sore hari selepas asar, saat kita berdiri di tengah jembatan lalu menghadap ke barat, kita akan disuguhkan pemandangan yang sangat menawan berupa semburat-semburat jingga kemerehan yang menghiasi langit sore. Banyak sekali remaja-remaja tanggung dari berbagai daerah yang duduk-duduk di jembatan Kali Kodil pada sore hari sekedar untuk berkumpul dan menunggu waktu maghrib.


Komentar